Situbondo, Kombes Pagi – Seperti yang rame dipersoalkan oleh Warga Desa Bayeman Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo – Jatim pasca penerimaan Bantuan Sosial Tunai (BST) bagi terdampak Covid-19 pada hari Kamis (21/5/2020).
Menurut penuturan beberapa warga, oknum perangkat Desa-nya (Bayeman-red) yang berinisial HS, WR, AR, KS, AM, SM, AN dan JJ menerima Bantuan Sosial Tunai (BST) Covid-19 yang dari pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial RI berupa dana tunai sebesar Rp.600 ribu per bulan diberikan selama tiga bulan terhitung mulai April.
Menurut mereka, aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, kepala desa dan perangkat desa tidak boleh menerima BST dari pemerintah, mengapa di Desa-nya (Bayeman-red) ada Oknum perangkat desa yang menerima BST itu, tanyanya kepada awak Media Tipikor Indonesia.
Sedangkan warga (Bayeman-red) masih banyak yang layak menerima bantuan seperti warga Dusun Toltol yang mengeluh pada Media Tipikor Indonesia (MTI) siang itu.
“Katanya ada bermacam-macam bantuan dari Pemerintah Pak, akan tetapi mana Saya kok tidak pernah mendapat bantuan berupa apapun dari Pemerintah,” ujar Sadin warga Dusun Toltol kecewa.
Padahal BST Covid-19 diperuntukkan bagi warga terdampak yaitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang pendapatannya turun drastis akibat kondisi sosial ekonomi akibat adanya penyebaran pandemi Covid-19.
Disebut keluarga penerima manfaat (KPM) untuk menjadi KPM Covid-19 disyaratkan yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah selain BST Corona (Covid-19). Di antaranya adalah PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), BLT (Bantuan Langsung Tunai) Desa dan BPNTD (BPNT Daerah Kabupaten Situbondo) atau bantuan lainnya dari pemerintah.
Saat dikonfirmasi terkait kejadian diatas, Jum’at (22/5/2020) Kades Bayeman Niyanto sedang tidak berada ditempat, ketika dihubungi melalui telepon selularnya Kades Niyanto cenderung mengelak dengan berbagai macam alasan.
Sementara itu Sekretaris Desa (Sekdes) Bayeman Wardiono juga sulit ditemui dirumahnya saat didatangi oleh awak MTI untuk dikonfirmasi, namun saat dihubungi via selularnya, Sekdes Wardiono menanggapi dengan nada membentak dengan mengeluarkan kalimat kurang pantas kepada awak MTI.
Dalam pesan singkatnya (SMS) Ia mengatakan, “Tidak ada Tipikor turun ke Desa-Desa, yang ada Tipikor itu memanggil, karena Tipikor itu APH dan tugasnya di Polres kan..?,” katanya dengan nada ketus.
“Kalau turun ke Desa-Desa ya Saya bisa pastikan Tipikor yang bagaimana itu,” tanya Sekdes Wardiono mengentengkan.
“Itu bukan Tipikor tapi LSM yang cari uang rokok, maaf Saya lagi sibuk saat ini ndak ada waktu,” tutupnya dengan rasa jengkel.
Dari kejadian diatas Kades dan Sekdes Bayeman dinilai telah berupaya menghalang-halangi kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Pasal 4 UU Pers mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Sementara pasal 18 (1) mengatur bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp.500 juta.
(Tim)
Leave a Reply