Probolinggo, Kombes pagi – Dinilai tidak transparan dalam pengelolaan Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) ditiga Kecamatan yakni Kecamatan Krejengan, Kecamatan
Kotaanyar dan Kecamatan Banyuanyar, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten
Probolinggon menyampaikan karena berpegang teguh pada sumpah pegawai negeri.
Sejumlah gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengadakan audensi di kantor BPN
untuk mempertanyakan transparansi pembiayan pembuatan sertifikat tanah. Pasalnya, dari
keterangan Koordinator LSM Solehudin temuan yang terjadi dikalangan masyarakat jauh
berbeda dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
“Yang terjadi di lapangan jauh berbeda, dari harga pembiayaan saja sangat tinggi dari yang satu
juta, sampai tiga juta. Nah ini kan sudah keluar dari ketentuan dan prosedur yang ada” kata Soleh
(LSM ProCW) yang didampingi Hamzah Ansori, Ketua LSM Elang Putih saat audensi (20/08).
Sedang bagian Hubungan Masyarakat (HUMAS) BPN Lalu Riyanto, menyampaikan pihaknya
telah melakukan tugas dan wewenang sesuai dengan aturan , meski pada implementasinya
menuai problem dan hambatan-hambatan, sehingga soal anggaran yang turun di tingkat
kabupaten tidak semua dapat disampaikan keranah publik.
“Semua anggaran yang rutin untuk kegiatan sehari-hari sudah ada tempatnya di masing-masing
kabupaten, dan kami tidak bisa mengungkapkan ke rekan-rekan (Gabungan LSM) alasannya
karena sumpah sebagai pegawai negeri, sebelum diangkat disumpah untuk merahasiakan sesuatu
mana yang bisa disampaikan dan tidak semua konsumsi publik” ujarnya saat audensi.
Sementara Sofyan, perwakilan dari Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik
Indonesia (LPPNRI) mengatakan seharusnya pihak BPN mengindahkan Peraturan Presiden
Nomor 6 tahun 2018 Bab VI soal pembiayaan pada pasal 40 bukan malah sembunyi dibalik
sumpah pegawai.
Lebih lanjut Sofyan menambahkan “karena kita berbicara soal PP sudah jelas, dan harus
dilaksanakan oleh pihak penyelenggara dalam hal ini BPN” pungkasnya. PTSL yang selama ini
digaungkan bersifat gratis dan hanya memerlukan dana yang tidak seberapa, ternyata setelah
didaerah menjadi polemik karena biayanya menjadi besar. Hal ini yang memicu sejumlah
persoalan yang mengindikasikan bahwa program ini melanggar ketentuan yang dituangkan oleh
Presiden terkait program tersebut. Bahkan disinyalir sejumlah Kades hanya dijadikan kambing
hitam saat kasus mencuat. (Rul)
Leave a Reply