Situbondo, Kombes Pagi – Keberadaan mobil untuk kepentingan rakyat yang kini sudah melenggang di jalanan aspal Situbondo kini membuat rakyat senang. Namun rasa senang rakyat tersebut tiba – tiba mandek ketika mobil pengantar rakyat bernama Wuling itu disoal, entah dari siapa saja dan entah karena mengapa. Bak bagai seutas benang yang tak ketemu ujung nya, hingga kini keberadaan sang “Wuling” pahlawan jalanan bagi rakyat itu menuai kontraversi. Dan ujung nya juga menuai rasa tidak terima seorang Praktisi Hukum asal Situbondo terkait pengadaan mobil siaga desa di kabupaten Situbondo yang telah dilakukan oleh sejumlah desa, berbuntut pada pengaduan sang praktisi hukum kepada pihak Inspektorat Kabupaten Situbondo.”ujar Santoso wijaya SH.
Praktisi hukum asal Surabaya.
Pendapat yang tidak lazim disampaikan Praktisi Hukum tersebut yang telah dibeberkan melalui media massa di Situbondo, dalam berita tersebut sang praktisi hukum itu menyampaikan Adanya Dugaan Permasalahan Dalam Pembayaran Mobil Siaga Merk Wuling, menurutnya, “Harusnya Barang Diserahkan Setelah Pelunasan, nah kalo ada penagihan dihari yang sama, berarti belum ada pelunasan” ungkapnya.
Dalam pendapat tersebut Praktisi Hukum itu dapat diartikan bahwa dalam pengadaan Mobil Siaga milik Pemerintah Desa harusnya Desa Membayar Dulu baru Serah Terima Barang
Perlu diketahui bahwa dalam proses pengadaan Mobil Siaga Desa yang telah dilakukan sejumlah desa telah menggunakan peraturan yang telah disahkan oleh pemerintah berikut tata cara pembayarannya sesuai dengan PERPRES NO 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang / Jasa “Dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2010, PPK bertanggung jawab terhadap semua tahapan dalam pengadaan barang dan jasa, dimulai dari perencanaan hingga selesainya pelaksanaan pekerjaan termasuk pembayaran atas tagihan yang diajukan oleh penyedia. Selesainya pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan yang ditandatangani Penyedia dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (Pasal 95 Perpres No. 54 Tahun 2010). Berita Acara Serah Terima Pekerjaan tersebut menjadi dasar bagi penyedia untuk dapat melakukan/mengajukan penagihan atas pekerjaan tersebut kepada Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi yang bersangkutan, sedangkan bagi PPK berita acara tersebut sebagai dasar untuk melaporkan penyelesaian pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang dan jasa kepada PA/KPA berdasarkan pasal 11 ayat (1) huruf (f) dan huruf (g) Perpres No. 54 Tahun 2010,” bebernya.
Beberapa Praktisi Hukum tersebut merasa heran ada seorang yang mengatasnamakan sebagai Praktisi Hukum tapi memiliki pendapat bertentangan dengan hukum “Didalam Perpres No. 54 Tahun 2010 sudah dijelaskan tata cara pengadaan barang / jasa, dari mulai rencana, pelakasanaan hingga pembayaran jadi kenapa harus berpendapat lain ?” ujar praktisi hukum yang lain dari Surabaya.
“Kalo dari pemberitaan di koran tersebut pihak praktisi hukum dari situbondo tidak melampirkan dasar hukum yang digunakan, jadi masih berupa pendapat pribadi” sambungnya.
“Desa itu membeli Mobil Siaga pake dana dari pemerintah melalui dana desa, jadi prosesnya juga mengikuti aturan dari pemerintah” sambungnya.
Perlu diketahui Dalam pengadaan Mobil Siaga di Kabupaten Situbondo Pihak Desa menggunakan Dana Desa yang telah diploting dalam APBDes dan terinput dalam SISKEUDES (Red : Sistem Keuangan Desa).
“Desa itu belinya dari Dana Desa, jadi proses pembyarannya ya sesuai dengan aturan yaitu Serah Terima Barangnya baru pihak penyedia melakukan tagihan ke pihak desa dengan dasar berita acara serah terima tersebut” lanjutnya.
“Bisa dibayangkan kalau Desa bayar dulu trus barangnya baru diserahterimakan, kemudian kendaraannya rusak dalam perjalanan serah terima sedangkan uangnya sudah ada pada pihak penyedia barang, yang mau tanggung jawab siapa ? apa itu tidak menimbulkan kerugian negara ?, jangan jebak Kades yang sudah punya niat baik dengan menghadirkan mobil kesehatan buat masyarakat” jelasnya.
“Ini beli barang pake uang rakyat lho, dan yang dibeli mobil layanan kesehatan bukan beli paku di toko matrial yang datang ke toko bayar barangnya dibawa, kalo mobil siaga kan ada perakitannya dulu diatur dalam perpres penyedia barang sanggup gak sediakan barangnya dulu baru setelah dicek bersama baru dibayar kalo gak sanggup berarti si penyedia tidak punya kemapuan keuangan,” ujarnya lagi.
“Atau jangan jangan ada yang numpangi pendapat praktisi hukum situbondo, karena dia kalah sama penyedia yang bisa datangkan barangnya dulu baru bayar jadi bikin isu yang gak jelas tersebut? kasian lah lawyernya dimanfaatkan orang tidak bertanggung jawab, kita dalam usaha realisitis aja, ini mobil untuk kepentingan masyarakat dan fakta dilapangan masyarakat sangat mengapresiasi mobil siaga yang sudah dilengkapi alat keehatan tersebut, jadi untuk apa sih cari sensasi diatas kesusahan masyarakat, harusnya Desa yang sudah membeli mobil siaga tanpa alat kesehatan yang di kejar pertanggung jawabannya” pungkasnya
Terkait hal tersebut juga, praktisi Hukum sekaligus Ketua Nasioanl Tim Investigasi dan Advokasi Hukum wartawan profesional menyampaikan “Kalo orang sudah disebut sebagai praktisi hukum harusnya dalam berpendapat juga di sampaikan dasar hukumnya jadi tidak membuat masyarakat bingung, itu ditayangkan media cetak lho dibaca orang banyak”
Dia juga mengkritik jurnalis yang membuat tulisan tersebut “Jurnalisnya kenapa tidak ditanyakan lengkap kepada narasumber tentang dasar hukum yang dilanggar, dia kan mewawancarai narasumber praktisi hukum, jangan asal kalo membuat berita “Lead” (Red: berita yang berisikan pendapat orang lain) itu lempar bola panas ke masyarakat namanya” tegasnya
“Jurnalis mestinya tau alur alur membuat berita jangan karena tidak suka sama seseorang atau kelompok tertentu jurnalis malah dijadikan alat perang sehingga membuat berita yang isinya hanya memojokan seseorang atau kelompok tertentu” sambungnya.
“Profesi seorang jurnalis itu mulia karena dapat menjadi kontrol masyarakat tapi jangan dijadikan kesempatan untuk memojokan seseorang atau kelompok yang endingnya memunculkan tawaran tertentu untuk meredam berita” lengkapnya.
Dan hal senada juga disampaikan oleh praktisi medis online asal Jawa Tengah, beliau berpendapat “Selama Pemerintah Desa sudah melakukan pengadaan barang sesuai aturan dan negara tidak dirugikan dalam hal tersebut kenapa masih dipersoalkan, kalo ada beberapa orang yang mempersoalkan dengan berbicara di media harusnya disampaikan juga dasar hukumnya jadi jelas apalagi ini pendapat seorang yang dianggap sebagai praktisi hukum” ungkapnya.
“Jangan pada irilah, kalo memang desa desa lebih memilih merk tertentu mereka punya alasan kuat dan sudah di konsultasikan sebelumnya dengan para pendamping desa dan pihak terkait” sambungnya.
“Kenapa dipersoalkan kalo merk wuling sampai dibeli 42 desa ? harusnya itu bagus dong biar seragam, dan saya rasa 42 desa punya alasan kuat dan sudah dipelajari sebelumnya tentang spesifikasi yang dipersyaratkan dan aturan yang digunakan, bukan malah seolah olah membuat nilai tawar ini ada 42 desa yang beli wuling satu penyedia baragn saya dapat apa ?, ini pengadaan mobil plat merah lho bukan untuk bagi bagi, ini mobil layanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat” lanjutnya
“Kalo mengejar dapatnya apa ya bukan pada proyek pemerintah seperti pengadaan mobil siaga desa, harganya saja sudah sesuai e catalog, plat nomornya merah masih aja dibuat aneh aneh” sambungnya
“Punya idealis yang tinggi jangan mau dijadikan alat perang untuk kepentingan orang lain, harusnya tau koridornya kalo seorang jurnalis itu harus taat dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers No. 40 Tahun 1999 diantaranya memberitakan dengan berimbang, kalo jurnalis hanya berfikiran Pemberitaan tidak bisa dilaporkan, kalo salah tinggal buat hak jawab ya sudah salah kaprah itu, Kritis boleh tapi jangan mengharapkan “sesuatu” dari pengadaan mobil kesehatan” ujar Santoso wijaya SH.
(Tim)
Leave a Reply